KECERDASAN EMOSIONAL DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN
PADA
UNIVERSITAS AZZAHRA
Dodi R. Setiawan*)
ABSTRAK
Salah satu faktor penting yang
layak memperoleh prioritas bagi segenap karyawan adalah kemampuan memotivasi
diri sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana
hati, berempati, dan kemampuan bekerjasama. Namun di sejumlah
organisasi, apakah itu organisasi perusahaan, pemerintah, sosial politik,
maupun pendidikan, kecerdasan emosional seringkali tidak memperoleh porsi yang wajar
sebagai prediktor kinerja, bahkan cenderung dimarjinalkan. Masalah kecerdasan emosional dibiarkan
begitu saja, tanpa pembinaan dan pengelolaan. Akibatnya banyak karyawan yang
lemah kecerdasan emosionalnya. Masalah kecerdasan emosional yang lemah tersebut
ditandai antara lain dengan perilaku karyawan yang suka terlambat masuk kantor,
pulang lebih awal, menggunakan jam kerja dan peralatan kantor untuk kepentingan
pribadi, mudah marah ketika menghadapi masalah atau ditegur atasan, dan
lain-lain perilaku yang sejenis.
Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa
secara umum kondisi kecerdasan emosional dan kinerja karyawan pada Universitas Azzahra tergolong baik. Sementara itu dari hasil pengujian
hipotesis dengan menggunakan statistik inferensial diketahui kecerdasan emosional memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dengan indikasi
nilai koefisien korelasi sebesar 0,49, koefisien determinasi = 0,24, t hitung
(4,359) > t tabel (1,671), dan persamaan regresi Y = -2,61 + 0,727. Hasil
ini menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan emosional karyawan akan
berimplikasi pada meningkatnya kinerja karyawan, dan sebaliknya semakin buruk
kecerdasan emosional karyawan, akan berakibat pada menurunnya kinerja karyawan.
Orde
Reformasi seiring masa krisis yang terjadi di Negara Indonesia telah satu dekade
berlalu, namun situasi dan kondisi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat
bangsa Indonesia belum menampakkan perubahan yang menggembirakan sejauh
cita-cita yang tertanam dalam amanat reformasi 1997 silam. Pemerintahan baru
orde reformasi, yang diharapkan menjadi lokomotif perubahan menuju kearah yang
lebih baik, justru menjadi lumbung masalah-masalah yang menghambat terciptanya
perubahan ke arah yang lebih baik. Kondisi yang terjadi pada instansi
pemerintah tersebut berimbas pada organisasi-organisasi lain tidak terkecuali organisasi
perusahaan. Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi organisasi-organisasi
yang terkena imbas krisis multidimensi untuk tetap bertahan, atau kalau memungkinkan
dapat meningkatkan performace (kinerja)
organisasi melalui pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki, khususnya Sumber
Daya Manusia (SDM)/ karyawan.
Salah
satu faktor penting yang layak memperoleh prioritas bagi segenap karyawan untuk
meningkatkan kinerja adalah dengan memunculkan kemampuan memotivasi diri
sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati,
berempati, dan kemampuan bekerjasama.
Namun kenyataan di lapangan seringkali menunjukkan kecenderungan
yang berbeda. Di sejumlah organisasi, apakah itu organisasi perusahaan,
pemerintah, sosial politik, maupun pendidikan, kecerdasan emosional seringkali
tidak memperoleh porsi yang wajar sebagai prediktor kinerja, bahkan cenderung
dimarjinalkan.
Hal demikian tidak terkecuali berlangsung di Universitas Azzahra.
Di perguruan tinggi ini, masalah kecerdasan emosional, nyaris tidak pernah
menjadi wacana penting di kalangan karyawan dan pimpinan. Masalah kecerdasan emosional dibiarkan begitu saja, tanpa pembinaan dan
pengelolaan. Akibatnya banyak karyawan yang lemah kecerdasan emosionalnya.
Masalah kecerdasan emosional yang lemah tersebut ditandai antara lain dengan
perilaku karyawan yang suka terlambat masuk kantor, pulang lebih awal,
menggunakan jam kerja dan peralatan kantor untuk kepentingan pribadi, mudah
marah ketika menghadapi masalah atau ditegur atasan, dan lain-lain perilaku
yang sejenis.
Bertolak dari kondisi tersebut, maka
cukup relevan kiranya jika pada momentum penting ini penulis berusaha mengkaji
masalah kinerja karyawan Universitas Azzahra dari perspektif kecerdasan
emosional, dengan judul: “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional Dalam
Meningkatkan Kinerja Karyawan Pada Universitas Azzahra.“
Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah: “Bagaimana Pengaruh Faktor kecerdasan emosional dalam
meningkatkan kinerja karyawan pada Universitas Azzahra?”. Sedangkan tujuan
penelitian, sesuai rumusa masalah adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan
emosional dalam peningkatan kinerja karyawan pada Universitas Azzahra.
Metode dan Objek Penelitian
Penelitian ini tergolong
dalam tipe penelitian survei, yaitu penelitian yang digunakan pada populasi
besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang
diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif,
distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis
(Sugiyono, 1999: 7). Dalam konteks penelitian ini, survei dilakukan untuk
melihat kondisi dan hubungan variabel-variabel yang diteliti, yakni variabel
kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dan kinerja sebagai variabel
terikat.
Lokasi
penelitian dilakukan di Universitas Azzahra, Jalan Jatinegara Barat No. 144,
Kampung Melayu, Jakarta Pusat. Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei
sampai dengan Juli 2009.
Populasi penelitian ini
adalah karyawan Universitas Azzahra yang berjumlah 62 orang (tidak termasuk karyawan magang
atau pun kontrak berdurasi 3 bulan ke bawah) dan seluruhnya dijadikan sebagai
sampel penelitian, sehingga penelitian ini adalah penelitian sensus atau
populasi.
Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
·
Koefisien Regresi Linear Sederhana
·
Koefisien korelasi
·
Perhitungan nilai koefisien determinasi
Landasan Teori
1.
Pengertian Kecerdasan
Emosional
Menurut Para
Ahli, Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990
oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang
tampaknya penting bagi keberhasilan.
Slovey
dan Mayer (Goleman, 1999: 513) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Kecerdasan
emosional (emotional inteligence)
adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina
hubungan (bekerjasama) dengan orang lain (Golemen, 1998: 45).
Sementara
itu, Cooper dan Sawaf (1999: 496) menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengindra, memahami dan
dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi,
informasi, dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dikatakan bahwa emosi
manusia adalah wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri tersembunyi, dan
sensasi emosi. Apabila dipercayai dan dihormati, kecerdasan emosional
menyediakan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri dan orang lain
di sekitarnya.
Kecerdasan
emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat
berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada
masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan
EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya
berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia
nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro,
1998-10).
Pendapat
lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Baron pada tahun 1992 seorang
ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan
(Goleman, 2000 :180).
Gardner dalam
bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000 : 50-53) mengatakan bahwa
bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih
sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan
tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik,
musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner
sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.
Dari
beberapa pengertian kecerdasan emosional di atas, maka terlihat bahwa inti
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan orang
lain serta
kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
2.
Indikator
Kecerdasan Emosional
Menurut Slovey (dalam Goleman, 1999: 58)
terdapat lima indikator kecerdasan emosional, yaitu:
a.
Mengenali emosi diri. Yaitu kesadaran diri atau
kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
b.
Mengelola emosi. Yaitu kemampuan menangani agar
perasaan dapat terungkap dengan pas atau selaras hingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu.
c.
Memotivasi diri sendiri. Yaitu kemampuan untuk
menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
d.
Mengenali emosi orang lain. Kemampuan untuk
mengenali orang disebut juga empati. Individu yang memiliki kemampuan empati
lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan
apa-apa yang dibutuhkan orang lain keluar dari kesusahannya.
e.
Membina hubungan. Adalah mampu mengenali emosi
masing-masing individu dan mengendalikannya. Sebelum dapat mengendalikan emosi
orang lain, seseorang harus mampu mengendalikan emosinya sendiri dan mampu
berempati. Individu yang hebat dalam membina hubungan dengan orang lain akan
sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang
lain.
3. Kinerja
a.
Pengertian Kinerja
Kinerja
merupakan aspek penting dalam upaya pencapaian suatu tujuan. Pencapaian tujuan
yang maksimal merupakan buah dari kinerja tim atau individu yang baik, begitu
pula sebaliknya kegagalan dalam mencapai sasaran yang telah dirumuskan juga
merupakan akibat dari kinerja individu atau tim yang tidak optimal.
Banyak
batasan yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan kinerja. Patricia King
(1993: 17) misalnya mengatakan bahwa kinerja adalah aktivitas seseorang dalam
melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya. Mengacu pada pandangan ini,
dapat diinterpretasikan bahwa kinerja seseorang dihubungkan dengan tugas-tugas
rutin yang dikerjakannnya.
Berbeda
dengan King, Galton dan Simon (1994: 15) memandang kinerja atau “performance”
sebagai hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi (m), kemampuan
(k), dan persepsi (p) pada diri seseorang.
Kinerja
seseorang juga tercermin dari kemampuannya mencapai persyaratan-persyaratan
tertentu yang telah ditetapkan atau yang dijadikan standar. Hal ini sejalan
dengan pengertian kinerja yang diungkapkan oleh Henry Simamora (1995: 381)
bahwa kinerja sebagai tingkat terhadap mana para karyawan mencapai
persyaratan-persyaratan pekerjaan.
Baik buruknya kinerja tidak hanya
dilihat dari tingkat kuantitas yang dapat dihasilkan seseorang dalam bekerja,
akan tetapi juga diukur dari segi kualitasnya. Mangkunegara (1995: 45)
mengatakan bahwa kinerja adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.”
Secara umum dapat dikatakan bahwa
kinerja (performance) merupakan wujud
atau keberhasilan pekerjaan seseorang atau
organisasi dalam mencapai tujuannya. Hasil atau kinerja yang dicapai
tidak hanya terbatas dalam ukuran kuantitas, namun juga kualitas.
b.
Aspek-aspek Kinerja
Menurut
Dale Furtwengler (2002: 86), aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja meliputi:
1)
Kecepatan
Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing
perusahaan. Kecepatan terakit dengan unsur-unsur: tindakan karyawan
mengindikasikan pemahaman mengenai derajat kepentingan kecepatan dalam
lingkungan persaingan; karyawan melakukan pekerjaan dengan bagus; karyawan
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal; karyawan mencari cara untuk
menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat.
2) Kualitas
Kualitas tidak dapat dikorbankan demi kecepatan. Mengenai kualitas dapat
dilihat beberapa unsur berikut: karyawan bangga terhadap pekerjaannya; karyawan
melakukan pekerjaannya dengan benar sejak awal; karyawan mencari cara-cara
untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya
3) Layanan
Manfaat kecepatan dan kualitas akan mudah berubah menjadi
layanan buruk. Hal ini dapat dilihat melalui hal-hal berikut: tindakan karyawan
dapat mengindikasikan pemahaman pentingnya melayani kepada para pelanggan;
karyawan menunjukkan keinginannya untuk melayani orang lain dengan baik;
karyawan merespon pelanggan dengan tepat waktu; karyawan memberikan lebih
daripada yang diminta oleh pelanggan.
4) Nilai
Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan
pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas kerja.
Sedikitnya ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu: tindakan
karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai; dan nilai merupakan
sesuatu yang dipertimbangkan oleh karyawan dalam pengambilan keputusan.
5)
Keterampilan interpersonal
Keterampilan
interpersonal meliputi: karyawan menunjukkan perhatian pada perasaan orang
lain; karyawan menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain;
karyawan bersedia membantu orang lain; karyawan dengan tulus merayakan
keberhasilan orang lain.
6)
Mental untuk sukses
Hal ini mencakup
unsur-unsur: karyawan memiliki sikap can
do (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun); karyawan mencari cara untuk
menambah pengetahuan-pengetahuannya; karyawan mencari cara untuk memperbanyak
pengalamannya; karyawan realistis dalam mengukur kemampuannya.
7)
Terbuka untuk berubah
Kondisi ini
terkait dengan hal-hal berikut: karyawan bersedia menerima perubahan; karyawan
mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas lama; tindakan karyawan
mengindikasikan sifat ingin tahu; karyawan memandang perannya sebagai peran.
8)
Kreativitas
Kreativitas
meliputi: karyawan menunjukkan kreativitas dalam pemecahan masalah; karyawan
menunjukkan kemampuan untuk melihat hubungan antara masalah-masalah yang
kelihatannya tidak berkaitan; karyawan dapat mengambil konsep abstrak dan
mengembangkannya menjadi konsep yang dapat diterapkan; karyawan menerapkan
kreativitasnya pada pekerjaan sehari-hari.
9)
Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan
berkomunikasi meliputi: karyawan menampilkan gagasan logis dalam bahasa yang
mudah dipahami; karyawan menyatakan ketidaksetujuannya tanpa menciptakan
konflik; karyawan menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat;
karyawan menggunakan bahasa yang bernada optimis.
10) Inisiatif
Insiatif
mencakup hal-hal sebagai berikut: karyawan selalu bersedia membantu orang lain
jika pekerjaanya telah selesai; karyawan ingin selalu terlibat dalam proyek
baru; karyawan selalu berusaha mengembangkan keterampilannya di luar tempat
kerja; karyawan menjadi sumber gagasan untuk perbaikan kinerja.
11) Perencanaan
organisasi
Perencanaan
meliputi: karyawan selalu membuat jadwal personal; karyawan bekerja berdasarkan
jadwal tersebut; karyawan selalu memutuskan dahulu pendekatan yang akan
digunakan pada tugasnya sebelum memulainya.
4.
Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Seperti
telah dijelaskan di atas bahwa kecerdasan emosional, menurut Goleman (1998:
44), di antaranya mencakup aspek kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi
frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati, berempati, dan
kemampuan bekerjasama. Lebih lanjut dikatakan oleh Goleman bahwa faktor
kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi sukes karier,
sedangkan 80% adalah sumbangan faktor lain, termasuk kecerdasan emosional. Selaras dengan pendapat Goleman tersebut,
Segal (2000: 27) juga menyatakan pentingnya kecerdasan emosional, terutama
dalam hal pekerjaan. Menurutnya kecerdasan emosional memiliki
peran penting di tempat kerja; di samping juga berperan di dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, pengalaman romantis dan kehidupan spiritual. Bahkan
kesadaran emosi membuat keadaan jiwa makin diperhatikan sehingga memungkinkan
dapat menentukan pilihan-pilihan yang lebih baik tentang apa yang akan
dikerjakan, bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan
kebutuhan orang lain, dan dalam memilih pasangan hidup.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka terlihat bahwa kecerdasan
emosional mengandung aspek-aspek yang sangat penting yang dibutuhkan dalam
bekerja. Seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, mengendalikan emosi,
mengenali emosi orang lain, mengatasi frustasi, mengatur suasana hati, dan
faktor-faktor penting lainnya. Jika aspek-aspek tersebut dapat dimiliki dengan
baik oleh setiap karyawan dalam bekerja, maka akan membantu mewujudkan kinerja
yang baik. Dengan demikian dapat terlihat jelas bahwa kecerdasan emosional
berpengaruh pada kinerja karyawan.
Kerangka Pemikiran
Sebagaimana
telah dipaparkan pada latar belakang dan kajian teori, kecerdasan emosional
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Kecerdasan emosional
berpengaruh pada kinerja karena dalam kecerdasan emosional terkandung kemampuan
memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan dengan cara: mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
dan membina hubungan dengan orang lain.
Dari uraian ini maka
dapat dibangun konstelasi hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja
seperti tergambar di bawah ini:
Analisis Statistik Pengaruh Kecerdasan
Emosional terhadap Kinerja
Perhitungan statistik
untuk pengujian hipotesis yang meliputi koefisien korelasi, koefisien
determinasi, uji-t dan regresi variable kecerdasan emosional terhadap kinerja
karyawan, terangkum pada tabel 4.71. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan
komputer, yaitu program SPSS (Statistical
Product and Service Solutions) versi 11.
Tabel 4.71. Rangkuman Hasil Perhitungan Korelasi, Koefisien Determinasi, Uji
t dan Regresi Pengaruh Kecerdasan Emosional (X) terhadap Kinerja (Y)
Jumlah Obsevasi
|
Konstanta
(a)
|
Koefisien Regresi (b)
|
r
|
r2
|
thitung
|
ttabel
|
62
|
-2,61
|
0,727
|
0,49
|
0,24
|
4,359
|
1,671
|
Sumber:
Hasil Penelitian Lapangan, Mei-Juli 2009, diolah dengan SPSS Versi 12
Kekuatan hubungan antara kecerdasan emosional dengan
kinerja karyawan ditunjukkan oleh besarnya nilai korelasi. Seperti yang
terlihat pada Tabel 4.12, nilai korelasi yang diperoleh adalah 0,49. Besaran
nilai korelasi ini mencerminkan bahwa antara kecerdasan emosional dengan
kinerja karyawan secara kualitatif mempunyai hubungan yang tergolong sedang dan
positif. Hubungan positif memberikan arti bahwa semakin baik kondisi kecerdasan
emosional, maka kinerja akan semakin meningkat. Dengan nilai korelasi sebesar
0,49, maka dapat diketahui besarnya variabilitas (determinasi) variabel kecerdasan
emosional terhadap variabel kinerja.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai variabilitas adalah sebesar 0,24;
atau bila dinyatakan dalam bentuk persentase = 24%. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa naik turunnya kinerja karyawan, 24% di antaranya dipengaruhi/ditentukan
oleh kecerdasan emosional karyawan. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 76%,
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian
ini.
Sedangkan
hasil perhitungan uji hipotesis, nilai t hitung yang diperoleh adalah 4,359.
Nilai ini ternyata lebih besar dari nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 95% (µ = 0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 60 yaitu 1,671. Karena nilai thitung
lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel maka hipotesis nol (Ho)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan: terdapat pengaruh positif
dan signifikan variable kecerdasan emosional tehadap kinerja karyawan, sehingga
semakin baik kondisi kecerdasan emosional karyawan, akan semakin baik pula kinerja
yang dapat dicapai oleh karyawan.
Berdasarkan
hasil perhitungan uji hipotesis di atas, maka kurva penerimaan Ha dan Ho dapat
digambarkan sebagai berikut:
|
|
Selanjutnya,
berdasarkan hasil perhitungan konstanta dan koefisien regresi, dapat disusun
persamaan regresi sebagai berikut:
Ŷ =
-2,61 + 0,727X
Nilai
konstanta dalam persamaan regresi di atas yakni sebesar -2,61. Nilai konstanta
merupakan nilai tetap, jadi jika diasumsikan kecerdasan emosional bernilai 0,
maka kinerja karyawan akan menurun sebesar 2,61. Selain nilai konstanta, dari
persamaan regresi di atas juga diketahui nilai koefisien regresinya = 0,727.
Nilai ini menggambarkan besarnya kenaikan atau penurunan kinerja karyawan yang
diakibatkan oleh kenaikan satu satuan variabel kecerdasan emosional. Apabila
koefisien regresinya bernilai positif maka akan menyebabkan kenaikan, dan jika
nilainya negatif akan menyebabkan penurunan. Dari persamaan regresi yang
diperoleh, diketahui koefisien regresinya bernilai positif (0,727), sehingga
menggambarkan adanya pengaruh yang searah antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan. Setiap kenaikan satu
satuan variabel kecerdasan emosional
menyebabkan kenaikan kinerja sebesar 0,727 pada konstanta -2,61.
Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil pembahasan analisis
deskriptif terhadap setiap variable penelitian yang dilakukan diperoleh
kesimpulan bahwa secara umum kondisi kecerdasan emosional dan kinerja karyawan di
Universitas Azzahra dalam kondisi cukup baik. Terkait dengan kecerdasan
emosional, hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum karyawan memiliki
kecerdasan emosional cukup baik terutama dalam hal mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan
membina hubungan dengan orang lain. Sedangkan berkenaan dengan kinerja,
kesimpulan tersebut memberikan gambaran bahwa karyawan pada umumnya memiliki
kemampuan yang baik dalam menjalankan tugasnya terutama dalam hal kecepatan,
kualitas, layanan, nilai, keterampilan interpersonal, mental sukses,
keterbukaan untuk berubah, kreativitas, keterampilan berkomunikasi, inisiatif,
dan perencanaan organisasi.
Selanjutnya, dari hasil analisis statistik,
diketahui bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan positif dan signifikan dengan
kinerja karyawan. Kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan kategori sedang
dengan kinerja, hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan koefisien korelasi
sebesar r= 0,49. Sedangkan kontribusi variable
kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan sebesar 24%.
Sedangkan hasil analisis
regresi sederhana diperoleh hasil yakni persamaan regresi Ŷ = -2,61 + 0,727X.
Hasil analisis statistik ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional merupakan
faktor yang memiliki peran signifikan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan.
Apabila kondisi kecerdasan emosional menurun, dengan asumsi faktor lainnya
dalam kondisi cateris paribus, maka
akan mengakibatkan penurunan kinerja karyawan, dan sebaliknya apabila kondisi
kecerdasan emosional karyawan semakin baik, dengan asumsi faktor lainnya juga
dalam kondisi cateris paribus, maka
akan mengakibatkan meningkatnya kinerja karyawan.
Hasil penelitian ini
berarti relevan dengan konsep-konsep yang dijadikan acuan dalam kajian
teoretis. Terkait dengan pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja
karyawan, dapat dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh Segal (2000: 27).
Menurutnya, kecerdasan emosional memiliki peran penting di tempat kerja; di
samping juga berperan di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, pengalaman
romantis dan kehidupan spiritual. Bahkan, kesadaran emosi membuat keadaan jiwa
makin diperhatikan sehingga memungkinkan dapat menentukan pilihan-pilihan yang
lebih baik tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana menjaga keseimbangan
antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan orang lain. Apa yang dikatakan oleh
Segal ini menyiratkan makna bahwa kecerdasan intelegensi bukanlah faktor
tunggal yang secara signifikan mempengaruhi kinerja, tetapi faktor kecerdasan
emosional juga memiliki peran yang tidak kalah penting untuk mewujudkan kinerja
yang baik. Pentingnya kecerdasan emosional dikemukakan oleh Daniel Goleman
bahwa faktor kecerdasan intelektual (IQ) menyumbang 20% bagi sukses karier,
sedangkan 80% merupakan sumbangan faktor lain, termasuk faktor kecerdasan
emosional.
Apabila merujuk pada
kontribusi kecerdasan emosional terhadap peningkatan kinerja karyawan, yaitu
sebesar 24%, maka dapat diketahui bahwa masih ada 76% faktor lain yang
mempengaruhi kinerja karyawan. Faktor lain dimaksud dapat berupa kemampuan atau
skill aparatur, kepemimpinan, budaya organisasi, lingkungan kerja,
karakteristik pekerjaan, supervisi, motivasi dan faktor-faktor lainnya.
Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis dan pembahasannya, maka dapat dipetik simpulan, yakni terdapat hubungan
positif dan signifikan variable kecerdasan emosional dengan variable kinerja
karyawan pada Universitas Azzahra, yang dibuktikan dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0,49, dan hasil uji hipotesis, t hitung (4,359) > t tabel
(1,671). Sedangkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi yakni Y =
-2,61 + 0,727X. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan emosional
karyawan akan berimplikasi pada meningkatnya kinerja karyawan, dan sebaliknya
semakin buruk kecerdasan emosional karyawan, akan berakibat pada menurunnya
kinerja karyawan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat direkomendasikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Perlunya kebijakan pimpinan
yang mengarah pada peningkatan kecerdasan emosional karyawan. Berbagai kegiatan
perlu diakomodir dalam kebijakan terebut seperti pelatihan, seminar, atau
ceramah khusus bermaterikan mengenai kecerdasan emosional yang pelaksanaannya
dilaksanakan di dalam maupun di luar kampus. Sehingga karyawan memiliki
kecerdasan emosional yang baik dan kemudian berdampak pada peningkatan kinerja
seseuai tuntutan organisasi.
2. Perlu juga dibangun suatu
situasi dan kondisi yang kondusif bagi karyawan secara individu proaktif dalam
membangun dan meningkatkan kualitas diri, khusus dalam peningkatan kecerdasan
emosional. Sehingga ada atau tidak kebijakan pimpinan organisasi, karyawan
memiliki peluang dan kesempatan dalam meningkatkan kecerdasan emosionalnya
melalui kesadaran dan keikhlasan masing-masing karyawan.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut dengan pendekatan serupa tetapi dengan obyek penelitian yang berbeda,
sehingga memungkinkan terjadinya generalisasi yang lebih luas dan meyakinkan,
yang pada akhirnya dapat memberikan sumbangsih dalam meningkatkan kinerja
Universitas Azzahra secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
Cooper, Robert K., (1999), Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Furtwengler, Dale, (2002), Penilaian Kinerja, Yogyakarta: Andi.
Galton, Maurice dan Brian Simon, (1994),
Progress and Performance in The Primary Classroom, London: Roultledge
dan Kegan Paul.
Golemen, Daniel, (1999), Working With Emotional Intelegence:
Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
King, Patricia, (1993), Performance
Planning and Appraisal: A How-To Book for Manager, New York, St. Lois San
Fancisco: McGraw-Hill Book Company, 1993.
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu, (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Bandung: Remaja Roesdakarya, 1995.
Morgan, King, Weisz & Schopler, (1986), Introduction to Psychology, Mc.
Graw-Hill: Book Company.
Segal, Jeanne, (2000), Melejitkan Kepekaan Emosional: Cara Baru
Praktis untuk Mendayagunakan Potensi Insting dan Kekuatan Emosi Anda, Bandung:
Kaifa.
Simamora, Hanry, (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN, 1995.
Sugiyono, (1999), Statistika Untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar