Senin, 28 Januari 2013

KECERDASAN EMOSIONAL DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN PADA UNIVERSITAS AZZAHRA



KECERDASAN EMOSIONAL DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN PADA
UNIVERSITAS AZZAHRA
Dodi R. Setiawan*)

ABSTRAK

Salah satu faktor penting yang layak memperoleh prioritas bagi segenap karyawan adalah kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati, berempati, dan kemampuan bekerjasama. Namun di sejumlah organisasi, apakah itu organisasi perusahaan, pemerintah, sosial politik, maupun pendidikan, kecerdasan emosional seringkali tidak memperoleh porsi yang wajar sebagai prediktor kinerja, bahkan cenderung dimarjinalkan. Masalah kecerdasan emosional dibiarkan begitu saja, tanpa pembinaan dan pengelolaan. Akibatnya banyak karyawan yang lemah kecerdasan emosionalnya. Masalah kecerdasan emosional yang lemah tersebut ditandai antara lain dengan perilaku karyawan yang suka terlambat masuk kantor, pulang lebih awal, menggunakan jam kerja dan peralatan kantor untuk kepentingan pribadi, mudah marah ketika menghadapi masalah atau ditegur atasan, dan lain-lain perilaku yang sejenis.

Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa secara umum kondisi kecerdasan emosional dan kinerja karyawan pada Universitas Azzahra tergolong baik. Sementara itu dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik inferensial diketahui kecerdasan emosional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dengan indikasi nilai koefisien korelasi sebesar 0,49, koefisien determinasi = 0,24, t hitung (4,359) > t tabel (1,671), dan persamaan regresi Y = -2,61 + 0,727. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan emosional karyawan akan berimplikasi pada meningkatnya kinerja karyawan, dan sebaliknya semakin buruk kecerdasan emosional karyawan, akan berakibat pada menurunnya kinerja karyawan.


Orde Reformasi seiring masa krisis yang terjadi di Negara Indonesia telah satu dekade berlalu, namun situasi dan kondisi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia belum menampakkan perubahan yang menggembirakan sejauh cita-cita yang tertanam dalam amanat reformasi 1997 silam. Pemerintahan baru orde reformasi, yang diharapkan menjadi lokomotif perubahan menuju kearah yang lebih baik, justru menjadi lumbung masalah-masalah yang menghambat terciptanya perubahan ke arah yang lebih baik. Kondisi yang terjadi pada instansi pemerintah tersebut berimbas pada organisasi-organisasi lain tidak terkecuali organisasi perusahaan. Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi organisasi-organisasi yang terkena imbas krisis multidimensi untuk tetap bertahan, atau kalau memungkinkan dapat meningkatkan performace (kinerja) organisasi melalui pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki, khususnya Sumber Daya Manusia (SDM)/ karyawan.
Salah satu faktor penting yang layak memperoleh prioritas bagi segenap karyawan untuk meningkatkan kinerja adalah dengan memunculkan kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati, berempati, dan kemampuan bekerjasama.
Namun kenyataan di lapangan seringkali menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Di sejumlah organisasi, apakah itu organisasi perusahaan, pemerintah, sosial politik, maupun pendidikan, kecerdasan emosional seringkali tidak memperoleh porsi yang wajar sebagai prediktor kinerja, bahkan cenderung dimarjinalkan.
Hal demikian tidak terkecuali berlangsung di Universitas Azzahra. Di perguruan tinggi ini, masalah kecerdasan emosional, nyaris tidak pernah menjadi wacana penting di kalangan karyawan dan pimpinan. Masalah kecerdasan emosional dibiarkan begitu saja, tanpa pembinaan dan pengelolaan. Akibatnya banyak karyawan yang lemah kecerdasan emosionalnya. Masalah kecerdasan emosional yang lemah tersebut ditandai antara lain dengan perilaku karyawan yang suka terlambat masuk kantor, pulang lebih awal, menggunakan jam kerja dan peralatan kantor untuk kepentingan pribadi, mudah marah ketika menghadapi masalah atau ditegur atasan, dan lain-lain perilaku yang sejenis.
Bertolak dari kondisi tersebut, maka cukup relevan kiranya jika pada momentum penting ini penulis berusaha mengkaji masalah kinerja karyawan Universitas Azzahra dari perspektif kecerdasan emosional, dengan judul: “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Pada Universitas Azzahra.“

Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar  belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Pengaruh Faktor kecerdasan emosional dalam meningkatkan kinerja karyawan pada Universitas Azzahra?”. Sedangkan tujuan penelitian, sesuai rumusa masalah adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dalam peningkatan kinerja karyawan pada Universitas Azzahra.

Metode  dan Objek Penelitian         
Penelitian ini tergolong dalam tipe penelitian survei, yaitu penelitian yang digunakan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis (Sugiyono, 1999: 7). Dalam konteks penelitian ini, survei dilakukan untuk melihat kondisi dan hubungan variabel-variabel yang diteliti, yakni variabel kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dan kinerja sebagai variabel terikat.
Lokasi penelitian dilakukan di Universitas Azzahra, Jalan Jatinegara Barat No. 144, Kampung Melayu, Jakarta Pusat. Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009.
Populasi penelitian ini adalah karyawan Universitas Azzahra yang berjumlah 62 orang (tidak termasuk karyawan magang atau pun kontrak berdurasi 3 bulan ke bawah) dan seluruhnya dijadikan sebagai sampel penelitian, sehingga penelitian ini adalah penelitian sensus atau populasi.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
·         Koefisien Regresi Linear Sederhana
·         Koefisien korelasi
·         Perhitungan nilai koefisien determinasi

Landasan Teori
1.      Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut Para Ahli, Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Slovey dan Mayer (Goleman, 1999: 513) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Kecerdasan emosional (emotional inteligence) adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (bekerjasama) dengan orang lain (Golemen, 1998: 45).
Sementara itu, Cooper dan Sawaf (1999: 496) menyatakan bahwa kecerdasan emosional  merupakan kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi, dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dikatakan bahwa emosi manusia adalah wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri tersembunyi, dan sensasi emosi. Apabila dipercayai dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10).
Pendapat lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Baron pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan  dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).
Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000 : 50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut  sebagai kecerdasan emosional.
Dari beberapa pengertian kecerdasan emosional di atas, maka terlihat bahwa inti kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan orang lain serta kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

2.      Indikator Kecerdasan Emosional
Menurut Slovey (dalam Goleman, 1999: 58) terdapat lima indikator kecerdasan emosional, yaitu:
a.       Mengenali emosi diri. Yaitu kesadaran diri atau kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
b.      Mengelola emosi. Yaitu kemampuan menangani agar perasaan dapat terungkap dengan pas atau selaras hingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
c.       Memotivasi diri sendiri. Yaitu kemampuan untuk menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
d.      Mengenali emosi orang lain. Kemampuan untuk mengenali orang disebut juga empati. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain keluar dari kesusahannya.
e.       Membina hubungan. Adalah mampu mengenali emosi masing-masing individu dan mengendalikannya. Sebelum dapat mengendalikan emosi orang lain, seseorang harus mampu mengendalikan emosinya sendiri dan mampu berempati. Individu yang hebat dalam membina hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

3.      Kinerja

a.      Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan aspek penting dalam upaya pencapaian suatu tujuan. Pencapaian tujuan yang maksimal merupakan buah dari kinerja tim atau individu yang baik, begitu pula sebaliknya kegagalan dalam mencapai sasaran yang telah dirumuskan juga merupakan akibat dari kinerja individu atau tim yang tidak optimal.
Banyak batasan yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan kinerja. Patricia King (1993: 17) misalnya mengatakan bahwa kinerja adalah aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya. Mengacu pada pandangan ini, dapat diinterpretasikan bahwa kinerja seseorang dihubungkan dengan tugas-tugas rutin yang dikerjakannnya.
Berbeda dengan King, Galton dan Simon (1994: 15) memandang kinerja atau “performance” sebagai hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi (m), kemampuan (k), dan persepsi (p) pada diri seseorang.
Kinerja seseorang juga tercermin dari kemampuannya mencapai persyaratan-persyaratan tertentu yang telah ditetapkan atau yang dijadikan standar. Hal ini sejalan dengan pengertian kinerja yang diungkapkan oleh Henry Simamora (1995: 381) bahwa kinerja sebagai tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan.
Baik buruknya kinerja tidak hanya dilihat dari tingkat kuantitas yang dapat dihasilkan seseorang dalam bekerja, akan tetapi juga diukur dari segi kualitasnya. Mangkunegara (1995: 45) mengatakan bahwa kinerja adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja (performance) merupakan wujud atau keberhasilan pekerjaan seseorang atau  organisasi dalam mencapai tujuannya. Hasil atau kinerja yang dicapai tidak hanya terbatas dalam ukuran kuantitas, namun juga kualitas.

b.      Aspek-aspek Kinerja
Menurut Dale Furtwengler (2002: 86), aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja meliputi:
1)      Kecepatan
Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing perusahaan. Kecepatan terakit dengan unsur-unsur: tindakan karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai derajat kepentingan kecepatan dalam lingkungan persaingan; karyawan melakukan pekerjaan dengan bagus; karyawan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal; karyawan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih cepat.
2)  Kualitas
Kualitas tidak dapat dikorbankan demi kecepatan. Mengenai kualitas dapat dilihat beberapa unsur berikut: karyawan bangga terhadap pekerjaannya; karyawan melakukan pekerjaannya dengan benar sejak awal; karyawan mencari cara-cara untuk memperbaiki kualitas pekerjaannya
3)   Layanan
Manfaat kecepatan dan kualitas akan mudah berubah menjadi layanan buruk. Hal ini dapat dilihat melalui hal-hal berikut: tindakan karyawan dapat mengindikasikan pemahaman pentingnya melayani kepada para pelanggan; karyawan menunjukkan keinginannya untuk melayani orang lain dengan baik; karyawan merespon pelanggan dengan tepat waktu; karyawan memberikan lebih daripada yang diminta oleh pelanggan.
4)  Nilai
Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas kerja. Sedikitnya ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu: tindakan karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai; dan nilai merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh karyawan dalam pengambilan keputusan.
5)      Keterampilan interpersonal
Keterampilan interpersonal meliputi: karyawan menunjukkan perhatian pada perasaan orang lain; karyawan menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain; karyawan bersedia membantu orang lain; karyawan dengan tulus merayakan keberhasilan orang lain.
6)      Mental untuk sukses
Hal ini mencakup unsur-unsur: karyawan memiliki sikap can do (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun); karyawan mencari cara untuk menambah pengetahuan-pengetahuannya; karyawan mencari cara untuk memperbanyak pengalamannya; karyawan realistis dalam mengukur kemampuannya.
7)      Terbuka untuk berubah
Kondisi ini terkait dengan hal-hal berikut: karyawan bersedia menerima perubahan; karyawan mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas lama; tindakan karyawan mengindikasikan sifat ingin tahu; karyawan memandang perannya sebagai peran.
8)      Kreativitas
Kreativitas meliputi: karyawan menunjukkan kreativitas dalam pemecahan masalah; karyawan menunjukkan kemampuan untuk melihat hubungan antara masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan; karyawan dapat mengambil konsep abstrak dan mengembangkannya menjadi konsep yang dapat diterapkan; karyawan menerapkan kreativitasnya pada pekerjaan sehari-hari.
9)      Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi meliputi: karyawan menampilkan gagasan logis dalam bahasa yang mudah dipahami; karyawan menyatakan ketidaksetujuannya tanpa menciptakan konflik; karyawan menulis dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat; karyawan menggunakan bahasa yang bernada optimis.
10)  Inisiatif
Insiatif mencakup hal-hal sebagai berikut: karyawan selalu bersedia membantu orang lain jika pekerjaanya telah selesai; karyawan ingin selalu terlibat dalam proyek baru; karyawan selalu berusaha mengembangkan keterampilannya di luar tempat kerja; karyawan menjadi sumber gagasan untuk perbaikan kinerja.
11)  Perencanaan organisasi
Perencanaan meliputi: karyawan selalu membuat jadwal personal; karyawan bekerja berdasarkan jadwal tersebut; karyawan selalu memutuskan dahulu pendekatan yang akan digunakan pada tugasnya sebelum memulainya.



4.      Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa kecerdasan emosional, menurut Goleman (1998: 44), di antaranya mencakup aspek kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati, berempati, dan kemampuan bekerjasama. Lebih lanjut dikatakan oleh Goleman bahwa faktor kecerdasan intelektual  (IQ)  hanya menyumbang 20% bagi sukes karier, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor lain, termasuk kecerdasan emosional.  Selaras dengan pendapat Goleman tersebut, Segal (2000: 27) juga menyatakan pentingnya kecerdasan emosional, terutama dalam hal pekerjaan. Menurutnya kecerdasan emosional memiliki peran penting di tempat kerja; di samping juga berperan di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, pengalaman romantis dan kehidupan spiritual. Bahkan kesadaran emosi membuat keadaan jiwa makin diperhatikan sehingga memungkinkan dapat menentukan pilihan-pilihan yang lebih baik tentang apa yang akan dikerjakan, bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan orang lain, dan dalam memilih pasangan hidup.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka terlihat bahwa kecerdasan emosional mengandung aspek-aspek yang sangat penting yang dibutuhkan dalam bekerja. Seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, mengendalikan emosi, mengenali emosi orang lain, mengatasi frustasi, mengatur suasana hati, dan faktor-faktor penting lainnya. Jika aspek-aspek tersebut dapat dimiliki dengan baik oleh setiap karyawan dalam bekerja, maka akan membantu mewujudkan kinerja yang baik. Dengan demikian dapat terlihat jelas bahwa kecerdasan emosional berpengaruh pada kinerja karyawan.

Kerangka Pemikiran
Sebagaimana telah dipaparkan pada latar belakang dan kajian teori, kecerdasan emosional merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Kecerdasan emosional berpengaruh pada kinerja karena dalam kecerdasan emosional terkandung kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan dengan cara: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.
Dari uraian ini maka dapat dibangun konstelasi hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja seperti tergambar di bawah ini:


 








           











Analisis Statistik Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Perhitungan statistik untuk pengujian hipotesis yang meliputi koefisien korelasi, koefisien determinasi, uji-t dan regresi variable kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan, terangkum pada tabel 4.71. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer, yaitu program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 11.
Tabel 4.71.    Rangkuman Hasil Perhitungan Korelasi, Koefisien Determinasi, Uji t dan Regresi Pengaruh Kecerdasan Emosional (X) terhadap         Kinerja (Y)
Jumlah Obsevasi
Konstanta
(a)
Koefisien Regresi (b)
r
r2
thitung
ttabel
62
-2,61
0,727
0,49
0,24
4,359
1,671
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, Mei-Juli 2009, diolah dengan SPSS Versi 12
Kekuatan hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan ditunjukkan oleh besarnya nilai korelasi. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.12, nilai korelasi yang diperoleh adalah 0,49. Besaran nilai korelasi ini mencerminkan bahwa antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan secara kualitatif mempunyai hubungan yang tergolong sedang dan positif. Hubungan positif memberikan arti bahwa semakin baik kondisi kecerdasan emosional, maka kinerja akan semakin meningkat. Dengan nilai korelasi sebesar 0,49, maka dapat diketahui besarnya variabilitas (determinasi) variabel kecerdasan emosional  terhadap variabel kinerja. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai variabilitas adalah sebesar 0,24; atau bila dinyatakan dalam bentuk persentase = 24%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa naik turunnya kinerja karyawan, 24% di antaranya dipengaruhi/ditentukan oleh kecerdasan emosional karyawan. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 76%, dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini.
Sedangkan hasil perhitungan uji hipotesis, nilai t hitung yang diperoleh adalah 4,359. Nilai ini ternyata lebih besar dari nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 95% (µ = 0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 60 yaitu 1,671. Karena nilai thitung lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan: terdapat pengaruh positif dan signifikan variable kecerdasan emosional tehadap kinerja karyawan, sehingga semakin baik kondisi kecerdasan emosional karyawan, akan semakin baik pula kinerja yang dapat dicapai oleh karyawan.
Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis di atas, maka kurva penerimaan Ha dan Ho dapat digambarkan sebagai berikut:
0
 


                1,671        4,359
 


Selanjutnya, berdasarkan hasil perhitungan konstanta dan koefisien regresi, dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut:
Ŷ = -2,61 + 0,727X
Nilai konstanta dalam persamaan regresi di atas yakni sebesar -2,61. Nilai konstanta merupakan nilai tetap, jadi jika diasumsikan kecerdasan emosional bernilai 0, maka kinerja karyawan akan menurun sebesar 2,61. Selain nilai konstanta, dari persamaan regresi di atas juga diketahui nilai koefisien regresinya = 0,727. Nilai ini menggambarkan besarnya kenaikan atau penurunan kinerja karyawan yang diakibatkan oleh kenaikan satu satuan variabel kecerdasan emosional. Apabila koefisien regresinya bernilai positif maka akan menyebabkan kenaikan, dan jika nilainya negatif akan menyebabkan penurunan. Dari persamaan regresi yang diperoleh, diketahui koefisien regresinya bernilai positif (0,727), sehingga menggambarkan adanya pengaruh yang searah antara kecerdasan emosional  dengan kinerja karyawan. Setiap kenaikan satu satuan variabel kecerdasan emosional  menyebabkan kenaikan kinerja sebesar 0,727 pada konstanta -2,61.

Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil pembahasan analisis deskriptif terhadap setiap variable penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa secara umum kondisi kecerdasan emosional dan kinerja karyawan di Universitas Azzahra dalam kondisi cukup baik. Terkait dengan kecerdasan emosional, hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum karyawan memiliki kecerdasan emosional cukup baik terutama dalam hal mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Sedangkan berkenaan dengan kinerja, kesimpulan tersebut memberikan gambaran bahwa karyawan pada umumnya memiliki kemampuan yang baik dalam menjalankan tugasnya terutama dalam hal kecepatan, kualitas, layanan, nilai, keterampilan interpersonal, mental sukses, keterbukaan untuk berubah, kreativitas, keterampilan berkomunikasi, inisiatif, dan perencanaan organisasi.
 Selanjutnya, dari hasil analisis statistik, diketahui bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kinerja karyawan. Kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan kategori sedang dengan kinerja, hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan koefisien korelasi sebesar r= 0,49. Sedangkan  kontribusi variable kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan sebesar 24%.
Sedangkan hasil analisis regresi sederhana diperoleh hasil yakni persamaan regresi Ŷ = -2,61 + 0,727X. Hasil analisis statistik ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional merupakan faktor yang memiliki peran signifikan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan. Apabila kondisi kecerdasan emosional menurun, dengan asumsi faktor lainnya dalam kondisi cateris paribus, maka akan mengakibatkan penurunan kinerja karyawan, dan sebaliknya apabila kondisi kecerdasan emosional karyawan semakin baik, dengan asumsi faktor lainnya juga dalam kondisi cateris paribus, maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja karyawan. 
Hasil penelitian ini berarti relevan dengan konsep-konsep yang dijadikan acuan dalam kajian teoretis. Terkait dengan pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan, dapat dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh Segal (2000: 27). Menurutnya, kecerdasan emosional memiliki peran penting di tempat kerja; di samping juga berperan di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, pengalaman romantis dan kehidupan spiritual. Bahkan, kesadaran emosi membuat keadaan jiwa makin diperhatikan sehingga memungkinkan dapat menentukan pilihan-pilihan yang lebih baik tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan orang lain. Apa yang dikatakan oleh Segal ini menyiratkan makna bahwa kecerdasan intelegensi bukanlah faktor tunggal yang secara signifikan mempengaruhi kinerja, tetapi faktor kecerdasan emosional juga memiliki peran yang tidak kalah penting untuk mewujudkan kinerja yang baik. Pentingnya kecerdasan emosional dikemukakan oleh Daniel Goleman bahwa faktor kecerdasan intelektual (IQ) menyumbang 20% bagi sukses karier, sedangkan 80% merupakan sumbangan faktor lain, termasuk faktor kecerdasan emosional. 
Apabila merujuk pada kontribusi kecerdasan emosional terhadap peningkatan kinerja karyawan, yaitu sebesar 24%, maka dapat diketahui bahwa masih ada 76% faktor lain yang mempengaruhi kinerja karyawan. Faktor lain dimaksud dapat berupa kemampuan atau skill aparatur, kepemimpinan, budaya organisasi, lingkungan kerja, karakteristik pekerjaan, supervisi, motivasi dan faktor-faktor lainnya.
Simpulan
          Berdasarkan hasil analisis dan pembahasannya, maka dapat dipetik simpulan, yakni terdapat hubungan positif dan signifikan variable kecerdasan emosional dengan variable kinerja karyawan pada Universitas Azzahra, yang dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,49, dan hasil uji hipotesis, t hitung (4,359) > t tabel (1,671). Sedangkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi yakni Y = -2,61 + 0,727X. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik kecerdasan emosional karyawan akan berimplikasi pada meningkatnya kinerja karyawan, dan sebaliknya semakin buruk kecerdasan emosional karyawan, akan berakibat pada menurunnya kinerja karyawan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:
1.      Perlunya kebijakan pimpinan yang mengarah pada peningkatan kecerdasan emosional karyawan. Berbagai kegiatan perlu diakomodir dalam kebijakan terebut seperti pelatihan, seminar, atau ceramah khusus bermaterikan mengenai kecerdasan emosional yang pelaksanaannya dilaksanakan di dalam maupun di luar kampus. Sehingga karyawan memiliki kecerdasan emosional yang baik dan kemudian berdampak pada peningkatan kinerja seseuai tuntutan organisasi.
2.      Perlu juga dibangun suatu situasi dan kondisi yang kondusif bagi karyawan secara individu proaktif dalam membangun dan meningkatkan kualitas diri, khusus dalam peningkatan kecerdasan emosional. Sehingga ada atau tidak kebijakan pimpinan organisasi, karyawan memiliki peluang dan kesempatan dalam meningkatkan kecerdasan emosionalnya melalui kesadaran dan keikhlasan masing-masing karyawan.
3.      Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan serupa tetapi dengan obyek penelitian yang berbeda, sehingga memungkinkan terjadinya generalisasi yang lebih luas dan meyakinkan, yang pada akhirnya dapat memberikan sumbangsih dalam meningkatkan kinerja Universitas Azzahra secara keseluruhan.

 

Daftar Pustaka


Cooper, Robert K., (1999), Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Furtwengler, Dale, (2002), Penilaian Kinerja, Yogyakarta: Andi.
Galton, Maurice dan Brian Simon, (1994), Progress and Performance in The Primary Classroom, London: Roultledge dan Kegan Paul.
Golemen, Daniel, (1999), Working With Emotional Intelegence: Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
King, Patricia, (1993), Performance Planning and Appraisal: A How-To Book for Manager, New York, St. Lois San Fancisco: McGraw-Hill Book Company, 1993.
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu, (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: Remaja Roesdakarya, 1995.
Morgan, King, Weisz & Schopler, (1986), Introduction to Psychology, Mc. Graw-Hill: Book Company.
Segal, Jeanne, (2000), Melejitkan Kepekaan Emosional: Cara Baru Praktis untuk Mendayagunakan Potensi Insting dan Kekuatan Emosi Anda, Bandung: Kaifa.
Simamora, Hanry, (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN, 1995.
Sugiyono, (1999), Statistika Untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar